Selasa, 27 November 2018

SEJARAH KANJENG SEPUH SIDAYU







Nama asli Kanjeng Sepuh adalah Raden Adipati Soeryadiningrat. Beliau adalah salah satu bupati di Kabupaten Sidayu. Kanjeng Sepuh tersohor lantaran beliau adalah seorang ulama. Disamping itu beliau juga memiliki leadership yang tinggi. Ketulusannya untuk selalu memihak pada yang lemah, dan selalu dekat dengan rakyat kecil itulah yang membuat Kanjeng Sepuh sangat dicintai rakyatnya.

Asal- usul Sidayu memiliki banyak cerita, diantaranya ialah berasal dari cerita Empu Supa, pada suatu ketika, Raja Blambangan memerintahkan orang suruhannya mencuri salah satu pusaka kerajaan Majapahit. Pusaka itu berupa keris yang diberi nama Sumelang Gandring. Raja Majapahit tersebut lantas membuat sandiwara, “ Barang siapa berhasil mendapatkan keris Sumelang Gandring tersebut, maka ia akan mendapatkan hadiah berupa lahan hutan yang lokasinya terletak antara Tuban dan Grissee “. Maka berlomba- lombalah para pendekar untuk memperebutkan hadiah tersebut, satu persatu mereka gagal. Hutan Blambangan terlalu ganas untuk mereka tempuh, belum lagi kesaktian rajanya. Jadi untuk mendapatkan kembali keris pusaka kerajaan tersebut impossible.

Tetapi ada seorang pembuat keris yang sakti. Namanya Empu Supa, dialah yang membuat pusaka- pusaka bagi Giri Kedaton. Ia mencoba mengikuti sayembara itu, bukan semata-mata untuk menginginkan door price yang dijanjikan oleh raja Majapahit tersebut. Namun niatnya benar- benar tulus bahwa ia memang ingin menunjukkan pengabdiannya pada kerajaan Majapahit. Sayang tidak ada yang mengetahui bagaimana Empu Supa bisa menembus Kraton Blambangan, yang jelas sesuai deadline ia berhasil membawa kembali keris Sumelang Gandring itu dan mempersembahkan pada rajanya.

Raja Majapahit itu memenuhi janjinya, ia memberikan sebidang lahan hutan yang terletak antara Tuban dan Grissee. Kemudian bersama para pengikutnya Empu Supa pun mulai mbabat alas wilayah itu. Dan lahan hutan yang di babat oleh Empu Supa itulah yang kelak menjadi sebuah wilayah yang diberi nama Sidayu.

Pada tahun 1817 seorang bernama Raden Adipati suryodiningrat, Putra selir Sayyid Abdur Rohman Siruwun Solo, mulai dibenum menjadi bupati di Sidayu. Beliau terkenal diseluruh Kabupaten Sidayu dengan nama KANJENG SEPUH. Kanjeng Sepuh memerintah Sidayu mulai tahun 1817 hingga meninggal tanggal 9 Maret 1856, jadi selama 39 tahun beliau memerintah kabupaten Sidayu.

Sebutan ini tidak saja disebabkan kesaktian dan semangat keberanian, kepahlawanan sebagai seorang bupati kepada pemerintah Belanda saja, akan tetapi juga karena alim dan waro’nya, serta jujur dan ikhlashnya, terutama beliau adalah termasuk satu-satunya tokoh ulama’ islam yang sangat aktif memperjuangkan agama islam diseluruh kabupaten Sidayu.

Sebagian dari keberanian dan kesaktian beliau adalah sebagai berikut:
  1. Beliau dengan terus terang melarang kepada kepada siapa pun terutama kepada pemerintah Belanda untuk menginjak dalemnya (rumahnya) sebelum mendapat ijin dari beliau, demikian pula apabila kebetulan sedang tidur. Pelanggaran terhadap larangan ini mengakibatkan senewenya (gilanya)  yang melanggar.
  2. Pada waktu pemerintah Belanda akan mendirikan sebuah pasar yang sangat besar di Surabaya, untuk ini bupati-bupati di seluruh Jawa dipanggil ke Surabaya untuk diminta pertimbangannya mengenai pajak dan nama pasar. Dalam hal ini semua bupati satu pun tidak ada yang berani mengutarakan pendapatnya, kecuali Kanjeng Sepuh sendiri. Beliau berkata:Tuan-tuan, pajak ini janganlah dimintakan pertimbanagan dari para bupati, yang akan  membebankan rakyat. Akan tetapi lebih baik kalau Tuan-tuan menanyakan “Kapankah kita mulai berperang melawan si penjajah”. Tentang pasar saya setuju diberi nama “Pabean”.
Pemerintah Belanda setelah melihat sambutan para bupati seluruhnya yang sanagat riuh itu, maka diterangkan bahwa:
  1. Soal pajak tidak usah dibicarakan.
  2. Soal nama setuju dengan pendapat Bupati Sidayu.
Dengan keputusan ini, maka sebagian penduduk banyak mengundang bupati Kanjeng Sepuh untuk datang ke rumahnya pada besok pagi pukul 08:00 tepat. Dan beliau menyatakan kesediaannya. Pukul 08:00 tepat, beliau sudah datang di semua para pengundang dalam waktu bersamaan. Sepulang beliau dari Surabaya kapan saja para pengundang dihebohkan dengan kebanggaan para pengundang yang antara lain mengatakan, bahwa Kanjeng sepuh pada pukul 08:00 tepat datang di rumahnya, seorang pengundang lainnya menyanggkalnya, sebab pada waktu yang sama berada pada rumah orang tersebut; demikian pula yang lain menyatakan hal serupa. Maka percekcokan pun menjadi ramai, yang akhirnya dapat diinsyafi bahwa hal ini adalah dari keramatnya Kanjeng Sepuh.

Konferensi seluruh bupati yang biasanya diadakan di Madura bagi Kanjeng Sepuh tidak mau berangkat sebelum jam 08:00 pagi, padahal pada jam 08:00 itulah konferensi dimulai, sedang kebanyakan para bupati telah lama sama berangkat sehari sebelum konferensi. Tepat  pukul 08:00 Kanjeng Sepuh naik kereta Kencana-nya, yang terkenal dengan cemetarnya pecut (cemeti) itu dan dalam sekejab mata saja beliau sudah tiba di Madura dengan kereta dan kudanya.

Pada suatu waktu para Kyai di seluruh Sidayu diminta pertimbangan bagaimana enaknya Gamelan dan Gong-gong ini dibuat? Para Kyai sama takut menjawabnya, dan akhirnya Kyai Musyafaklah yang menjawab dengan tegas, enaknya gamelan dan gong-gong itu ditanam (dipendam) saja. Keputusan ini dapat disetujui oleh Kanjeng Sepuh.

Adat istiadat kelakuan Kanjeng Sepuh:
  1. Hampir setiap malam beliau jarang tidur. Dalam waktu yang sunyi senyap itu sebagian besar digunakan untuk keliling di tiap-tiap kampung mendengarkan sendiri dan menyaksikan sendiri keluh kesah penduduk desa yang kelaparan, sakit atau penderitaan yang lain: terutama bila ada anak yang menangis, malam itu juga beliau memberikan bantuan berupa uang atau obat-obatan yang ditaruh di muka pintu rumah penduduk tersebut.
  2. Beliau tidak segan-segan memberikan nasehat soal-soal agama Islam baik pada para alim ulama’ maupun kepada masyarakat dalam daerah wilayah Kabupaten Sidayu sehingga beliau terkenal sebagai pelopor/pelindung para Kyai.

Beberapa peninggalan beliau yang sampai kini masih sangat terasa manfaatnya pada masyarakat dalam daerah wilayah kabupaten Sidayu adalah sebuah telaga yang terkenal dengan “Telogo Rambit”. Telaga ini airnya tidak pernah berubah, tetapi jernih dan segar sekalipun dimasuki oleh air bah (banjir) yang biasanya sangat keruh itu. Sedang rasanya pun sedikit manis dan dingin.

Peninggalan yang kedua ialah Sumur Dahar yang berada di desa Golokan Sidayu, pun airnya jernih, manis dan dingin serta segar rasanya, tetapi kini tampak tidak terawat.

Di Desa Lowayu ada juga peninggalaan Kanjeng Sepuh yang di beri nama “Kali Sumpet”, konon Kanjeng Sepuhlah yang mempunyai gagasan untuk menyumpet (membendung) sungai itu agar Desa Lowayu tidak kekurangan air pada waktu musim kemarau.

Kanjeng Sepuh bukanlah satu-satunya Kanjeng yang bermulaan dibenum di Sidayu, tetapi beliau adalah yang termasuk yang ke-8 dari jumlah sepuluh Kanjeng yang dibenum di Sidayu. Hanya saja karena beliau yang keramat. Beliau mempunyai sifat wali, sakti, berani dan alim. Maka beliaulah yang dikeramatkan dan menjadi sasaran seluruh masyarakat, baik yang dari penduduk Sidayu maupun yang luar Sidayu, sehingga pada tiap-tiap tahunnya tidak kurang dari 10 ribu orang laki-laki dan perempuan yang berziarah ke makam Kanjeng Sepuh Sidayu.

Masjid Jamik Sidayu pertama didirikan pada tahun 1178 H bertepatan dengan tahun 1758 M. Didirikan oleh Raden Kromowidjojo Bupati Pertama Sidayu yang dibantu oleh Raden Kanjeng Suwargo atau Tawang Alun dari Madura. Kemudian, pembangunan Masjid Tersebut disempurnakan oleh : Kanjeng Kudus (Bupati Keenam), Raden Adipati Soeryadiningrat (Bupati Kedelapan), Kanjeng Pangeran (Putera Kanjeng Sepuh) Bupati kesembilan dan H.M. Thahir Surakama (Dermawan Sidayu). Tapi Masjid tersebut lebih dikenal dengan Masjid Kanjeng Sepuh, bahkan tombak pusaka Kanjeng Sepuh masih ada didalam Masjid tersebut.


Sumber: Riwayat singkat Kanjeng Sepuh Sidayu Jawatan Penerangan RI kecamatan Sidayu, berdasarkan keterangan dari orang-orang yang tertua dan keturunan Kanjeng Sepuh, 
Penyusun: Alm.KH.Ridlwan Ahmad.
Serta dari berbagai sumber lainnya.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar

BTemplates.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.