Selasa, 27 November 2018

SEJARAH KANJENG SEPUH SIDAYU







Nama asli Kanjeng Sepuh adalah Raden Adipati Soeryadiningrat. Beliau adalah salah satu bupati di Kabupaten Sidayu. Kanjeng Sepuh tersohor lantaran beliau adalah seorang ulama. Disamping itu beliau juga memiliki leadership yang tinggi. Ketulusannya untuk selalu memihak pada yang lemah, dan selalu dekat dengan rakyat kecil itulah yang membuat Kanjeng Sepuh sangat dicintai rakyatnya.

Asal- usul Sidayu memiliki banyak cerita, diantaranya ialah berasal dari cerita Empu Supa, pada suatu ketika, Raja Blambangan memerintahkan orang suruhannya mencuri salah satu pusaka kerajaan Majapahit. Pusaka itu berupa keris yang diberi nama Sumelang Gandring. Raja Majapahit tersebut lantas membuat sandiwara, “ Barang siapa berhasil mendapatkan keris Sumelang Gandring tersebut, maka ia akan mendapatkan hadiah berupa lahan hutan yang lokasinya terletak antara Tuban dan Grissee “. Maka berlomba- lombalah para pendekar untuk memperebutkan hadiah tersebut, satu persatu mereka gagal. Hutan Blambangan terlalu ganas untuk mereka tempuh, belum lagi kesaktian rajanya. Jadi untuk mendapatkan kembali keris pusaka kerajaan tersebut impossible.

Tetapi ada seorang pembuat keris yang sakti. Namanya Empu Supa, dialah yang membuat pusaka- pusaka bagi Giri Kedaton. Ia mencoba mengikuti sayembara itu, bukan semata-mata untuk menginginkan door price yang dijanjikan oleh raja Majapahit tersebut. Namun niatnya benar- benar tulus bahwa ia memang ingin menunjukkan pengabdiannya pada kerajaan Majapahit. Sayang tidak ada yang mengetahui bagaimana Empu Supa bisa menembus Kraton Blambangan, yang jelas sesuai deadline ia berhasil membawa kembali keris Sumelang Gandring itu dan mempersembahkan pada rajanya.

Raja Majapahit itu memenuhi janjinya, ia memberikan sebidang lahan hutan yang terletak antara Tuban dan Grissee. Kemudian bersama para pengikutnya Empu Supa pun mulai mbabat alas wilayah itu. Dan lahan hutan yang di babat oleh Empu Supa itulah yang kelak menjadi sebuah wilayah yang diberi nama Sidayu.

Pada tahun 1817 seorang bernama Raden Adipati suryodiningrat, Putra selir Sayyid Abdur Rohman Siruwun Solo, mulai dibenum menjadi bupati di Sidayu. Beliau terkenal diseluruh Kabupaten Sidayu dengan nama KANJENG SEPUH. Kanjeng Sepuh memerintah Sidayu mulai tahun 1817 hingga meninggal tanggal 9 Maret 1856, jadi selama 39 tahun beliau memerintah kabupaten Sidayu.

Sebutan ini tidak saja disebabkan kesaktian dan semangat keberanian, kepahlawanan sebagai seorang bupati kepada pemerintah Belanda saja, akan tetapi juga karena alim dan waro’nya, serta jujur dan ikhlashnya, terutama beliau adalah termasuk satu-satunya tokoh ulama’ islam yang sangat aktif memperjuangkan agama islam diseluruh kabupaten Sidayu.

Sebagian dari keberanian dan kesaktian beliau adalah sebagai berikut:
  1. Beliau dengan terus terang melarang kepada kepada siapa pun terutama kepada pemerintah Belanda untuk menginjak dalemnya (rumahnya) sebelum mendapat ijin dari beliau, demikian pula apabila kebetulan sedang tidur. Pelanggaran terhadap larangan ini mengakibatkan senewenya (gilanya)  yang melanggar.
  2. Pada waktu pemerintah Belanda akan mendirikan sebuah pasar yang sangat besar di Surabaya, untuk ini bupati-bupati di seluruh Jawa dipanggil ke Surabaya untuk diminta pertimbangannya mengenai pajak dan nama pasar. Dalam hal ini semua bupati satu pun tidak ada yang berani mengutarakan pendapatnya, kecuali Kanjeng Sepuh sendiri. Beliau berkata:Tuan-tuan, pajak ini janganlah dimintakan pertimbanagan dari para bupati, yang akan  membebankan rakyat. Akan tetapi lebih baik kalau Tuan-tuan menanyakan “Kapankah kita mulai berperang melawan si penjajah”. Tentang pasar saya setuju diberi nama “Pabean”.
Pemerintah Belanda setelah melihat sambutan para bupati seluruhnya yang sanagat riuh itu, maka diterangkan bahwa:
  1. Soal pajak tidak usah dibicarakan.
  2. Soal nama setuju dengan pendapat Bupati Sidayu.
Dengan keputusan ini, maka sebagian penduduk banyak mengundang bupati Kanjeng Sepuh untuk datang ke rumahnya pada besok pagi pukul 08:00 tepat. Dan beliau menyatakan kesediaannya. Pukul 08:00 tepat, beliau sudah datang di semua para pengundang dalam waktu bersamaan. Sepulang beliau dari Surabaya kapan saja para pengundang dihebohkan dengan kebanggaan para pengundang yang antara lain mengatakan, bahwa Kanjeng sepuh pada pukul 08:00 tepat datang di rumahnya, seorang pengundang lainnya menyanggkalnya, sebab pada waktu yang sama berada pada rumah orang tersebut; demikian pula yang lain menyatakan hal serupa. Maka percekcokan pun menjadi ramai, yang akhirnya dapat diinsyafi bahwa hal ini adalah dari keramatnya Kanjeng Sepuh.

Konferensi seluruh bupati yang biasanya diadakan di Madura bagi Kanjeng Sepuh tidak mau berangkat sebelum jam 08:00 pagi, padahal pada jam 08:00 itulah konferensi dimulai, sedang kebanyakan para bupati telah lama sama berangkat sehari sebelum konferensi. Tepat  pukul 08:00 Kanjeng Sepuh naik kereta Kencana-nya, yang terkenal dengan cemetarnya pecut (cemeti) itu dan dalam sekejab mata saja beliau sudah tiba di Madura dengan kereta dan kudanya.

Pada suatu waktu para Kyai di seluruh Sidayu diminta pertimbangan bagaimana enaknya Gamelan dan Gong-gong ini dibuat? Para Kyai sama takut menjawabnya, dan akhirnya Kyai Musyafaklah yang menjawab dengan tegas, enaknya gamelan dan gong-gong itu ditanam (dipendam) saja. Keputusan ini dapat disetujui oleh Kanjeng Sepuh.

Adat istiadat kelakuan Kanjeng Sepuh:
  1. Hampir setiap malam beliau jarang tidur. Dalam waktu yang sunyi senyap itu sebagian besar digunakan untuk keliling di tiap-tiap kampung mendengarkan sendiri dan menyaksikan sendiri keluh kesah penduduk desa yang kelaparan, sakit atau penderitaan yang lain: terutama bila ada anak yang menangis, malam itu juga beliau memberikan bantuan berupa uang atau obat-obatan yang ditaruh di muka pintu rumah penduduk tersebut.
  2. Beliau tidak segan-segan memberikan nasehat soal-soal agama Islam baik pada para alim ulama’ maupun kepada masyarakat dalam daerah wilayah Kabupaten Sidayu sehingga beliau terkenal sebagai pelopor/pelindung para Kyai.

Beberapa peninggalan beliau yang sampai kini masih sangat terasa manfaatnya pada masyarakat dalam daerah wilayah kabupaten Sidayu adalah sebuah telaga yang terkenal dengan “Telogo Rambit”. Telaga ini airnya tidak pernah berubah, tetapi jernih dan segar sekalipun dimasuki oleh air bah (banjir) yang biasanya sangat keruh itu. Sedang rasanya pun sedikit manis dan dingin.

Peninggalan yang kedua ialah Sumur Dahar yang berada di desa Golokan Sidayu, pun airnya jernih, manis dan dingin serta segar rasanya, tetapi kini tampak tidak terawat.

Di Desa Lowayu ada juga peninggalaan Kanjeng Sepuh yang di beri nama “Kali Sumpet”, konon Kanjeng Sepuhlah yang mempunyai gagasan untuk menyumpet (membendung) sungai itu agar Desa Lowayu tidak kekurangan air pada waktu musim kemarau.

Kanjeng Sepuh bukanlah satu-satunya Kanjeng yang bermulaan dibenum di Sidayu, tetapi beliau adalah yang termasuk yang ke-8 dari jumlah sepuluh Kanjeng yang dibenum di Sidayu. Hanya saja karena beliau yang keramat. Beliau mempunyai sifat wali, sakti, berani dan alim. Maka beliaulah yang dikeramatkan dan menjadi sasaran seluruh masyarakat, baik yang dari penduduk Sidayu maupun yang luar Sidayu, sehingga pada tiap-tiap tahunnya tidak kurang dari 10 ribu orang laki-laki dan perempuan yang berziarah ke makam Kanjeng Sepuh Sidayu.

Masjid Jamik Sidayu pertama didirikan pada tahun 1178 H bertepatan dengan tahun 1758 M. Didirikan oleh Raden Kromowidjojo Bupati Pertama Sidayu yang dibantu oleh Raden Kanjeng Suwargo atau Tawang Alun dari Madura. Kemudian, pembangunan Masjid Tersebut disempurnakan oleh : Kanjeng Kudus (Bupati Keenam), Raden Adipati Soeryadiningrat (Bupati Kedelapan), Kanjeng Pangeran (Putera Kanjeng Sepuh) Bupati kesembilan dan H.M. Thahir Surakama (Dermawan Sidayu). Tapi Masjid tersebut lebih dikenal dengan Masjid Kanjeng Sepuh, bahkan tombak pusaka Kanjeng Sepuh masih ada didalam Masjid tersebut.


Sumber: Riwayat singkat Kanjeng Sepuh Sidayu Jawatan Penerangan RI kecamatan Sidayu, berdasarkan keterangan dari orang-orang yang tertua dan keturunan Kanjeng Sepuh, 
Penyusun: Alm.KH.Ridlwan Ahmad.
Serta dari berbagai sumber lainnya.


Share:

Rabu, 21 November 2018

JALAN RAYA TERPENDEK DI INDONESIA ADA DI GRESIK?


Gresik kota ibarat harta karun sejarah. Pesona arsitektur khas kolonial zaman belanda berdiri kokoh di Jalan H.O.S Cokroaminoto. Lokasinya terletak sekitar 150 meter utara Alun – alun Kabupaten Gresik.

Kota Gresik diklaim memiliki jalan raya terpendek di Indonesia namanya jalan H.O.S Cokroaminoto. Panjang jalan tersebut sekitar 50 meter. Jalan yang dipenuhi ruko dengan arsitektur kuno tersebut bisa dilalui kendaraan bermotor.

Menurut bapak Oemar Zaenuddin seorang pemerhati bangunan bersejarah, beliau meyakini H.O.S Cokroaminoto adalah jalan terpendek di Indonesia. Untuk menyisir jalan tersebut hanya butuh waktu sekitar 20 detik.

Tidak seperti ukurannya yang pendek, H.O.S Cokroaminoto menyimpan sejarah panjang yakni ruko disamping jalan tersebut dibangun pada tahun 1902 dan menjadi pusat bisnis di masa kolonial.

Uniknya ruko sebelah selatan dibangun oleh pengusaha kolonial dengan arsitektur khas masa kolonial. Sedangkan ruko sebelah utara dibangun oleh pengusaha pribumi pada tahun 1911 dengan arsitektur kolaborasi Eropa, Tiongkok, dan Jawa. Ruko sengaja dibangun berhadap – hadapan untuk menunjukkan bukti bahwa pengusaha pribumi mampu menandingi pengusaha kolonial.

Share:

Selasa, 20 November 2018

SEKOLAH DI GRESIK INI PERNAH JADI SASARAN MORTIR, SEKARANG BERTRANSFORMASI MENJADI SEKOLAH BERPRESTASI




Revolusi Nasional Indonesia adalah sebuah konflik bersenjata dan pertentangan diplomasi antara Republik Indonesia yang baru lahir melawan Kerajaan Belanda yang dibantu oleh pihak Sekutu, diwakili oleh Inggris. Rangkaian peristiwa ini terjadi mulai dari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Kerajaan Belanda pada 29 Desember 1949. Meskipun demikian, gerakan revolusi itu sendiri telah dimulai pada tahun 1908, yang saat ini diperingati sebagai tahun dimulainya kebangkitan nasional Indonesia.

Madrasah Aliyah Ma’arif NU Sidomukti atau MAMNUSI merupakan salah satu saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia di masa revolusi. Madrasah yang berdiri pada tahun 1934 ini didirikan oleh para ulama dan masyarakat setempat dengan penggurus madrasah diantaranya KH. Hasan, KH. Hambali, H. Gholib. Pada awal berdirinya sekolah ini hanya diisi sembilan guru yakni KH. Hasan, H. Gholib, KH. M. Basir, KH. Masyhud, Kyai Amin, KH. Nur Syamsi, H. Anwar Katsir, KH. Zuhri Fatchur, dan KH. Amin Tamim yang menjabat sebagai ketua guru.

Pada tahun 1934 masehi di kampung Jeraganan, Desa Sidomukti dibangun gedung untuk madrasah yang terdiri dari 4 kelas. Setelah berjalan sekitar sebelas tahun, pada bulan September 1945 proses belajar mengajar ditutup sementara perjuangan dilanjutkan ada perjuangan fisik. Gedung madrasah pun tak luput dari serangan mortir, tak hanya itu gedung madrasah juga digunakan sebagai markas para pejuang dan tentara. Setelah vacum beberapa tahun, pada bulan Juni 1955 madrasah dibuka kembali untuk proses belajar mengajar. Saat ini sekolah yang dikenal banyak menghasilkan atlet berprestasi terus berbenah menjadi sekolah modern berbasis agama Islam dan tetap istiqomah mencerdaskan anak bangsa.

Sumber : http://www.mamnusi.sch.id

Share:

Minggu, 18 November 2018

MENGHARUKAN, BEGINILAH LIKA LIKU KEHIDUPAN SUNAN GIRI




Wali atau ulama yang satu ini merupakan keturunan ke-23 dari silsilah Rasulullah SAW, sedangkan jika dilihat dari silsilah ibunya, Sunan Giri merupakan keturunan dari Raja Majalahit yakni Hayam Wuruk. Berdasarkan silsilah tersebut, Sunan Giri adalah benar-benar sebagai seorang keturunan bangsawan disamping keturunan seorang ulama. Sunan Giri memiliki nama asli yakni Raden Paku. 

Nama Raden Paku sendiri diberikan oleh Sayyid Ali Rahmatullah (Raden Rahmat)  atau Sunan Ampel yang didasarkan dari pesan ayahnya sebelum meninggalkan Jawa Timur. Sunan Giri mempunyai sebutan lainnya, di antaranya: Ainul Yaqin, Abdul Faqih, Prabu Satmata dan Jaka Samudra. Nama Jaka Samudra sendiri diberikan oleh ibu angkatnya, sementara Prabu Samata merupakan suatu gelar kebesaran sebagai anugerah tuhan ketika Sunan Giri menjabat sebagai penguasa atau sultan di wilayah Giri Gresik. Di antara sekian banyaknya nama atau sebutan yang diberikan kepada Sunan Giri menggambarakan betapa terkenalnya beliau di masyarakat disebabkan jasa besar yang diberikan Sunan Giri kepada masyarakat di Nusantara (Asia Tenggara). 

Sunan Giri lahir pada tahun 1365 Saka/ 1443 Masehi di Blambangan, Jawa Timur. Beliau adalah anak dari Syaikh Maulana Ishaq, hasil perkawinannya dengan putri Blambangan. Dimana masyarakat Jawa lebih mengenalnya dengan nama Dewi Sekardadu. Diceritakan bahwasannya Syikh Maulana Ishaq atau Syeh Wali Lanang awal mulanya sengaja datang ke tanah Jawa untuk berdakwah di Nusantara, beliau juga terrcatat sebagai Wali Songo periode pertama.

Ketika diberi tugas untuk berdakwah di ujung timur pulau Jawa tepatnya di kerajaan Blambangan, kondisi puteri raja saat itu sedang sakit dikarenakan wabah yang menyerang Blambangan. Maka oleh raja Blambangan, Syaikh Maulana Ishaq diminta untuk mengobati puteri tersebut. Syaikh Maulana Ishaq pun berhasil mengobati Puteri dari raja Blambangan, sebagai ucapan terima kasih dari sang raja maka beliau pun dinikahkan dengan puteri tersebut. Namun siapa sangka, keinginan Syaikh Maulana Ishaq untuk membawa sang raja menjadi seorang muslim mendapat penolakan sang patih, agar tidak terjadi pertentangan maka Syaikh Maulana Ishaq pun pergi meninggalkan istana.

Pada saat itu, Dewi Sekardadu dalam keadaan hamil tua dan tidak berapa lama kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki, yaitu Sunan Giri. Sunan Giri sejak dalam kandungan sudah mengalami cobaan, dimana ia ditinggalkan oleh ayahnya untuk berdakwah, ketika dilahirkan ia dibuang oleh Raja Menak Sembuyu atas hasutan Patih Bajul Sengara dengan cara dimasukkan ke dalam peti kemudian dibuang ke laut. Sunan Giri ditemukan oleh seorang bangsawan yang sedang berlajar beliau adalah Nyai Ageng Pinatih seseorang yang sudah tidak bersuami dan tidak memiliki anak.

Nyai Ageng Pinatih juga dikenal dengan nama Nyai Gede Tandhes, seorang wanita bangsawan terhormat di Gresik. Sewaktu Sunan Giri berumur 12 tahun, ia dibawa ibu angkatnya ke pesantren Ampel Denta Surabaya, yang mana Sunan Ampel sendirilah yang mengajarinya. Sunan Giri dikenal genius, rajin dan selalu mentaati gurunya. Ia memiliki kelebihan-kelebihan dan keistimewaan sejak kecil sehingga Raden Rahmat atau sunan Ampel mengangkat Sunan Giri menjadi anak angkatnya dengan dipersaudarakan Syaikh Maulana Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.

Sunan Giri lalu dinikahkan dengan saudara perempuan dari Syaikh Maulana Makdum Ibrahim yakni Dewi Murtashiyah, puteri Sunan Ampel dengan Nyai Karimah kembang kuning. Selain menikahi puteri Sunan Ampel, Sunan Giri juga menikahi Dewi Wardah, puteri dari Kyai Ageng Bungkul atau Sunan Bungkul, seorang pembesar kota Surabaya yang masih keturunan Majapahit.

Setelah merasa cukup ilmu, Sunan Giri membuka pesantren di daerah perbukitan Desa sidomukti, Kecamatan Kebomas, Gresik. Pesantrennya tak hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat pengembangan masyarakat. Pesantren itu pun kemudian berkembang menjadi salah satu pusat kekuasaan yang dikenal dengan nama Giri Kedaton. Masa pemerintahan Sunan Giri di Giri Kedaton berlangsung dari 1487 M s/d 1506 M. Sunan Giri wafat pada tahun 1506 M. Namun dalam masa  masa ini beliau kehilanggan sosok yang merawatnya sejak kecil yakni kewafatan sang ibunda angkat Nyai Ageng Pinatih sehingga beliau menunda pembukaan pesantrennya dalam beberapa waktu.

Kiprah Dakwah Sunan Giri dalam Perkembangan Islam di Nusantara
Sumber tradisi Jawa menuturkan perjuangan Sunan Giri dalam mendapatkan lokasi yang strategis seperti yang disarankan oleh guru sekaligus ayahandanya Syaikh Maulana Ishaqdilakukan dengan menyiapkan segala kekuatan fisik maupun mental spiritual, bermunajat kepada Allah SWT disertai dengan khadamnya. Berjalan melewati bukit, hingga tibalah ia disebuah tempat yang sekarang terletak di Desa Sidomukti, Kecamatan Kebomas, Gresik.

 Di tempat inilah Sunan Giri mendirikan masjid dengan pesantren serta rumah untuk para keluarganya. Pada taraf perkembangannya, tempat tersebut menjadi pusat kekuasaan Giri dengan terwujudnya Giri Kedaton.  Ketika Raden Rahmat meninggal (1475 M), Ampel Denta dan Gresik digabungkan atas izin raja Majapahit.

Dalam perkembangan selanjutnya, pusat dakwah yang telah didirikan oleh Sunan Giri mengalami perkembangan fungsi, yang pada awalnya sebagai pusat aktivitas pendidikan agama berkembang menjadi pusat kegiatan politik. Hal ini diceritakan di buku “Babad Hing Gresik” : Raden Paku (Sunan Giri) hanggenipun babat-babat hung nedi kedaton dampun dados wewengkon dalem, saha sampun dados kedaton tunda sapta, sepale kangge shalat sepale kangge tilem”.

Munculnya Giri Kedaton, membawa dampak positif bagi perkembangan Islam di wilayah Giri. Kedaton yang dilambangkan sebagai lambang kebesaran dan kemegahan bagi pemerintahan yang syah menambah kewibawaan pemimpin atau raja yang berkuasa. Sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari kerajaan-kerajaan Islam di Jawa yakni adanya : alun-alun, istana dan pasar.

Pertumbuhan Giri Kedaton mencakup lembaga pendidikan dan pusat pemerintahan ulama. Sebagai lembaga mendidikan, Giri Kedaton menjadi madrasah tempat beliau mengajar agama islam kepada para santrinya, yang dikenal dengan madrasah Giri atau pesantren Giri. Sebagai pusat pemerintahan ulama, ini diawali dari kemerosotan pemerintahan Majapahit. Melihat kejayaan pemerintahan Sunan Giri, maka penguasa Majapahit saat itu berusaha menumbangkan kejayaan Sunan Giri namun bukan kemenangan yang didapat melainkan kegagalan. Untuk tetap menjaga kestabilan Majapahit saat itu, maka raja Majapahit mengakui dan menjadikan Sunan Giri beserta Sunan Ampel menjadi orang-orang besar kerajaan Majapahit. Setelah mendapatkan pengakuan tersebut, Sunan Ampel dan Sunan Giri beserta tokoh agama lainnya, menjadikan Giri Kedaton sebagai pusat dakwah. Inilah salah satu metodedakwah Wali Songo dapat diterima semua kalangan karena akhlaq dari Wali Songo yang sangat luhur dan bijaksana seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW dalam berdakwah.

Metode Dakwah Sunan Giri
Sunan Giri sebagai penggerak Islam yang berpusat di Giri Kedaton, tidak luput dari peranannya dengan metode dakwah seperti yang dilakukan para penyebar Islam lainnya, yaitu dengan mendirikan pesantren guna mendidik anak-anak negeri dengan pengetahuan agama. Selain itu, upaya yang dilakukan Sunan Giri dalam mendekatkan Islam kepada anak-anak yakni dengan menciptakan lagu serta permainan dengan memasukkan unsur-unsur jiwa agamis.

Di antara permainan anak-anak yang diciptakan oleh Sunan Giri yang sangat populer di kalangan masyarakat Jawa Timur adalah “Jelungan” atau “Jitungan”. Dalam permainan ini disimbolkan dengan satu tonggak kayu atau pohon yang kuat. Adapun filosofi dari permainan ini adalah mengajarkan manusia tentang keselamatan hidup yakni dengan cara berpegang teguh pada agama. Selain itu Sunan Giri juga menciptakan lagu atau tembang yakni “Dolanan Bocah” dan “Ilir-ilir”.  

Contoh Keteladanan dari Sunan Giri
Keteladanan yang dapat kita petik dari kisah Sunan Giri bahwasanya dalam menyebarkan Islam, tentunya diperlukan strategi-strategi agar kegiatan dakwah kita berjalan baik dan mengalami perkembangan. Strategi yang ditunjukkan Sunan Giri khususnya dalam bidang politik yakni dengan menjadi “Sang Propaganda Ulung”, dimana ia mampu menaklukkan Majapahit tanpa harus mengorbankan pertumpahan darah sehingga akhirnya Majapahit mengakui kekuasaan beliau dan memberikan kebebasan dalam berdakwah.

Menjadi seorang ulama tentunya tidak hanya pengetahuan agama yang diperlukan, namun juga kepintaran dalam pengetahuan umum, dan juga kemampuannya dalam bernegosiasi dan kepemimpinannya di pemerintahan. Karena itu, salah satu cara agar keberadaan kita diakui oleh pemerintahan adalah dengan ikut berkecimpung dalam bidang politik sehingga dengan pengakuan dan legalitas yang kita dapatkan diharapkan menjadi kemudahan bagi kita dalam menyebarkan Islam. 

Jejak Sejarah yang dapat dikunjungi
Adapun jejak sejarah yang dapat kita kunjungi yakni dengan mendatangi makam sunan Giri. Ini bukan hanya sekedar makam biasa, namun dijadikan sebagai wisata. Yang mana pada gapura pintu masuk makam tersebut terbuat dari batu yang berbentuk sepasang kepala naga raja, bangunan beratap di atas makam sebagai pelindung makam terbuat dari kayu jati asli, dindingnya terdiri dari panel (disebut juga lumber sering) tumbuh-tumbuhan, sedangkan pintu cungkup terdapat ukiran bermotif hindu yang dipadukan dengan motif islami yaitu tumbuh-tumbuhan. Selain itu terdapat Giri Kedaton di Desa Sidomukti, yang tak jauh dari makam Sunan Giri. Disana terdapat bangunan yang menjadi saksi bisu pusat kejayaan Islam di Nusantara hingga mancanegara.

Sumber :
Muntaha, Moh. 1993. SUNAN GIRI ( Studi Tentang Eksistensinya dalam Kedaton Giri Dresik). IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Santosa, Budi., Antariksa dan Lisa Dwi Wulandari. 2014. Dinamika Ruang Wisata Religi Makam Sunan Giri di Kabupaten Gresik. Jurnal el Haraqah Vol. 16 No.2.



Share:

Jumat, 16 November 2018

MASYA'ALLAH, SEKOLAH DI GRESIK INI BIASAKAN MURIDNYA BACA AL QUR'AN SETIAP JELANG PROSES BELAJAR MENGAJAR




GRESIK - Ribuan siswa SMA Nahdlatul Ulama 1 Gresik dibawah pimpinan Drs. H. Agus Syamsudin, MA senantiasa berbenah terkait pengembangan SDM para siswa, Salah satu rutinitas yang digalakkan adalah membiaskan siswa membaca al-Quran sebelum proses belajar mengajar dimulai.
Menurut Putri Balqis Syaifuddin siswa kelas XII SMA Nahdlatul Ulama 1 Gresik yang juga Duta SMA NU 1 Gresik mengatakan dengan berdoa dan membaca Alquran sebelum memulai kegiatan belajar merupakan salah satu upaya membentuk karakter siswa sebagai generasi bangsa yang beriman, berilmu dan berakhlak mulia.
“Saya merasa dengan dimulainya doa dan membaca Al Qur’an dapat membimbing para siswa lebih beriman, berilmu, dan berakhlak mulia.”
Gadis yang juga terpilih sebagai Duta GenRe Gresik ini juga menambahkan “Siswa adalah amanah. Hatinya masih suci ibarat permata yang mahal harganya. Apabila ia dibiasakan pada suatu yang baik dan dididik, niscaya ia akan tumbuh besar dengan sifat yang baik dan akan bahagia dunia akhirat. Sebaliknya, bila ia dibiasakan dengan tradisi-tradisi buruk, tidak diperdulikan maka akan melahirkan akhlak yang buruk pula.” Jelas putri Balqis.
“Disamping membaca siswa juga kita ajarkan beberapa hal terkait adab dan tata cara membaca Al-Quran, hal ini guna menambah wawasan mereka ketika membaca Al-Quran.” Tambah Putri Balqis.
Ia juga menambahkan untuk membiasakan yang baik itu memang sulit dan banyak tantangan, namun apabila sudah terbiasa maka kita akan merasakan manfaat siraman Al Qur’an dan insya allah sikap dan prilaku kita akan semakin baik pula.


Share:

RANGKAIAN ACARA HAUL SYAIKH MAULANA MALIK IBRAHIM


RANGKAIAN ACARA HAUL SYAIKH MAULANA MALIK IBRAHIM (SUNAN GRESIK)


Ahad, 18 November 2018 M (10 Robi’ul Awwal 1440 H)
Pukul 14.00 WIB :
Pawai arak – arakan santri TPQ dari Pendopo Kabupaten Gresik keaula makam Syaikh Maulana Malik Ibrahim dengan iringan Drum Band
1.       Tahlil Santri TPQ
2.       Pildacil
3.       Handrah Santri TPQ

Senin, 19 November 2018 M (11 Robi’ul Awwal 1440 H)
Pukul 20.00 WIB :
Pembacaan Sholawat Nabi bersama hadrah ISHARI Provinsi Jawa Timur

Selasa, 20 November 2018 M (12 Robi’ul Awwal 1440 H)
Pukul 08.00 WIB :
HAFLATUL MAULID & HAUL SYAIKH MAULANA MALIK IBRAHIM
1.       Arak – arakan ulama dan umaro dari Pendopo Kabupaten Gresik ke aula makam Syaikh Maulana Malik Ibrahim
2.       Pembacaan Diba’
3.       Pembacaan ayat suci Al Qur’an
4.       Pembacaan Yasin dan Tahlil
5.       Sambutan panitia / penggurus makam
6.       Pembacaan Manaqib Syaikh Maulana Malik Ibrahim
7.       Ceramah Ustadz Ahmad bin Muhammad Al Habsyi
8.       Do’a penutup
9.       Ziarah ke makam Syaikh Maulana Malik Ibrahim

Pukul 19.00 WIB :
PENGAJIAN UMUM
Sambutan dan ceramah agama dan kebangsaan
1.       KH. Mochtar Jamil
2.       Habib Umar Al Muthohar
3.       Habib Ja’far Al Kaff
4.       Jend. (Purn) Gatot Nurmantyo

Rabu, 21 November 2018 M (13 Robi’ul Awwal 1440 H)
Pukul 13.00 WIB :
Tahlil wanita / pengajian umum dan santunan anak yatim, ceramah agama Ustadzah Halimah Alaydrus

Ahad, 25 November 2018 M (17 Robi’ul Awwal 1440 H)
Pukul 04.00 WIB :
Majlis Al ur’an Dzikrudz Dzakirin
Pukul 20.00 WIB :
Do’a Khotmul Qur’an





Share:

Minggu, 11 November 2018

GELAR LDKS, SMP NU 2 GRESIK SIAPKAN KADER PEMIMPIN BANGSA


Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS) merupakan kegiatan rutin saat memasuki tahun ajaran baru, Seperti halnya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Nahdlatul Ulama 2 Gresik kembali menggelar kegiatan LDKS sejak 10 -11 November 2018 di Bukit Condrodipo, Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik.
Kegiatan tersebut mengusung tema “Membentuk kader pemimpin bangsa yang berkualitas, kompeten ,bertanggung jawab, dan penuh dedikasi” Diikuti puluhan siswa penggurus PK dan OSIS.
Kepala Sekolah Hadi Suwito menuturkan kegiatan ini bertujuan untuk membentuk karakter kepribadian yang dapat menciptakan kader bangsa berkualitas, bertanggung jawab, Kompeten dan Berdedikasi tinggi untuk bangsa dan negara
“Kegiatan bertujuan untuk membentuk karakter kepribadian Soal bagaimana kemudian menciptakan kader-kader bangsa yang berkualitas bertanggung jawab,kompeten dan dedikasi yang tinggi untuk bangsa dan negara.” Pungkas Kepala Sekolah
Salah satu materi yang menarik dalam kegiatan tersebut adalah Materi Manajemen Konflik dan pengambilan keputusan yang disampaikan oleh Pemateri.
Menurut Indrawan kegiatan ini merupaka upaya membangun tradisi siswa dalam kegiatan keilmuan, dimana selama ini kegiatan yang paling mendominasi adalah kegiatan olahraga dan seni, “Kegiatan ini penting adanya , karena sejauh ini pemuda hanya monoton kepada kegiatan olahraga dan seni, sehingga perlu dibiasakan kegiatan dari Segi keilmuan.” Katanya.

Share:

Sabtu, 10 November 2018

SEBUAH DESA DI GRESIK MENJADI SAKSI BISU KEJAYAAN ISLAM DI NUSANTARA




Nama Sidomukti hampir ada disetiap daerah, namun berbeda dengan kebanyakan desa Sidomukti di beberapa daerah. Desa Sidomukti di kawasan Pegiren ini memiliki nilai historis yang menjadi saksi bisu masa kejayaan Islam di Nusantara (Asia Tenggara) dibawah kesultanan Giri yang dipimpin Sunan Giri dan keturunannya.

Di desa ini merupakan pesantren pertama sekaligus pusat Kesultanan Gir. Hal ini dapat dibuktikan dengan keberadaan Istana Giri Kedaton yang berfungsi sebagai Masjid, Pondok Pesantren, serta tempat musyawarah untuk mengelolah tatanan masyarakat dalam pemerintahan sebagai salah satu metode dakwah. 

Merujuk dari keberadaan serta posisi Istana Giri Kedaton terdapat beberapa kawasan yang saat ini disebut dusun yang memiliki peranan penting dalam tata kota kesultanan Giri, disebelah utara tepatnya di dusun Jraganan. Istilah Jraganan merujuk pada sebutan wilayah yang dulunya tempat pemukiman para saudagar kaya atau jeragan yang mayoritas berprofesi sebagai pengrajin logam mulia berupa emas dan sebagai penyokong dana dari keberlangsungan kesultanan Giri.

Disisi timur dari Istana Giri Kedaton terdapat dusun bernama Dalem Wetan yang berarti Istana atau rumah, dan wetan berarti timur. Istilah Dalem Wetan merujuk pada wilayah pemukiman penduduk yang dulunya merupakan lokasi tempat tinggal keluarga Kasunanan atau keluarga besar Kasunanan yang lokasinya berada di wetan “timur”. 

Sidomukti sebagai pusat Kesultanan Giri juga dapat dilihat disisi selatan Istana Giri Kedaton terdapat Pasar Gede, Alun-alun Contong, Tambakboyo, dan Kemudinan. Pasar Gede merupakan pusat perdagangan yang sangat ramai karena dekat dengan pusat kesultanan. Alun-alun Contong sendiri merupakan tempat berkumpulnya para Sunan serta pejabat kesultanan dalam upaya membaurkan diri sehingga tidak adanya batasan serta mempermudah masyarakat dalam menyampaikan aspirasinya kepada Sunan maupun jajarannya.

Tak hanya itu disekitar Alun-alun Contong merupakan pusat pemukiman penduduk yang dibuktikan adanya balai desa serta adanya pertigaan sebagai akses utama menuju desa lain. Masih disisi selatan , terdapat dusun bernama Tambakboyo yang dulunya merupakan kawasan pertahanan kesultanan Giri dan dikawasan tersebut terdapat daerah bernama Cumpleng yang berarti tempat mengasah senjata. Di dusun Kemudinan yang berasal dari kata Mudin yang berarti pemimpin umat Islam di daerah, Kemudinan sendiri dulunya merupakan pemukiman yang di diami para mudin serta ulama setempat. 



Share:

BTemplates.com

Cari Blog Ini

Diberdayakan oleh Blogger.